Untuk menghormati mereka-mereka yang terlibat di artikel ini, maka admin IPB 97 menceritakannya dalam sudut pandang ketiga. Mari kita sepakati bersama, bahwa dalam cerita ini ada nama-nama yang disamarkan. Kesemuanya adalah Andi dari C34, Fuad C32, Ihwan C30, Rani C36, Yadi C34, Kusno C34, dan Roni C34.
Cerita dimulai pada tahun 1992, ketika program "Dunia Dalam Berita" TVRI menginformasikan tentang isu kedokteran terkini di Indonesia, di tahun itu. Andi melihat kabar tentang upaya memanfaatkan pengobatan alternatif di dunia kedokteran. Penyiar berita memaparkan bahwa dunia medis di Indonesia sedang mencoba memanfaatkan tenaga dalam dari salah satu perguruan silat.
Caranya, si pemilik ilmu tenaga dalam ini mengumpulkan gelombang tertentu dari tubuhnya, yang tentunya melalui kombinasi pernafasan, gerakan tubuh, dan pemusatan pikiran atau konsentrasi. Namun ada satu yang berbeda, yang dilakukan oleh perguruan silat yang bernama Tetada Kalimasada ini. Selain ketiga kombinasi yang dilakukan tadi, silat ini melafalkan doa-doa serta kalimat sholawat kepada Nabi Muhammad SAW.
Uji coba itu dilaksanakan di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta, dengan menggunakan alat pemindai gelombang. Alat tersebut tugasnya memindai (scanning) adanya gelombang penyembuhan, yang telah diatur frekuensinya. Bila ternyata ditemukan angka frekuensi di atas atau di bawah pengaturan yang telah jadi patokan, maka kesimpulannya, gelombang tersebut tidak cocok untuk kesehatan atau tak bisa dipakai untuk mengobati.
Orang yang dijadikan uji coba dari Tetada Kalimasada itu, tampaknya setingkat suhu atau guru besar. Karena di tayangan berita televisi itu, dia terlihat sangat tenang, dengan raut wajah yang tertuju pada satu titik tertentu. Orang itu menghadapkan wajah dan tubuhnya ke alat pemindai. Beberapa waktu kemudian, sepertinya dia telah mengumpulkan gelombang di tangannya. Lalu, dia masukkan tangannya ke sensor mesin pemindai itu.
Tampak muncul di layar monitor mesin pemindai, seperti grafik dinamis yang turun naik. Grafik itu tak lain adalah visualisasi dari gelombang yang dihasilkan oleh si pesilat Tetada Kalimasada itu. Dinamika grafik terlihat berada di area tengah, yang artinya besaran frekuensi gelombang dari tangan si pesilat, sesuai dengan patokan gelombang kesehatan.
Andi pun cukup tercengang melihat tayangan berita yang tayang setiap pukul 21.00 WIB tersebut. Tapi kemudian, Andi berseloroh sinis, "Ah, paling juga sudah di-setting itu. Palsu. Itu hanya drama saja untuk mempromosikan silat tersebut." Andi adalah orang yang memang skeptis terhadap hal-hal yang berbau mistik atau ketenagadalaman.
Waktu pun terus berlalu, dan para 1997 melalui pengumuman UMPTN, Andi dinyatakan lolos masuk ke IPB. Singkat cerita, Andi harus menjalani Masa Perkenalan Kampus Mahasiswa Baru (MPKMB) 1997 di Baranangsiang. Yadi adalah teman pertama Andi, di kampus itu. Menyusul kemudian Andi berkenalan dengan C34 lainnya, Roni, dan teman-teman se-fakultas yang lain.
Ajang MPKMB adalah perkenalan segala sesuatu yang ada di kampus, sebelum para calon mahasiswa memulai kehidupannya di dalam kampus. Banyak yang dikenalkan kepada para calon mahasiswa, baik kegiatan kampus, fasilitas, hingga mereka yang terlibat mengelola kegiatan dan fasilitas kampus. Sampai akhirnya giliran ajang perkenalan tertuju pada salah satu ekstra kurikuler (ekskul) kampus IPB. Ekskul tersebut bernama perguruan pernafasan dan tenaga dalam Satya Buana.
Pindai memindai
Perguruan tersebut mengklaim bahwa bila sang murid telah cukup menguasai ilmunya, dia akan bisa mendeteksi kondisi kesehatan seseorang. Di situlah Andi melihat seniornya Ihwan memeragakan pemindaian tangan ke tubuh seseorang. Dan saat itu Yadi dan Kusno yang mengajukan diri untuk menjadi sukarelawan yang tubuhnya dipindai oleh tangan Ihwan.
Ihwan adalah salah satu pengajar di Satya Buana, yang pastinya telah menguasai ilmu deteksi kesehatan. Itulah sebabnya dia dengan percaya diri memindai tubuh Yadi dan Kusno. Ternyata, Andi melihat, cara yang dilakukan Ihwan sama persis dengan yang dilakukan oleh pesilat Tetada Kalimasada, yang pernah diliput TVRI tahun 1992. Ihwan berkonsentrasi mengatur nafas dan gerakannya, serta tampak dari bibirnya gerakan komat kamit seperti membaca doa.
Setelah selesai, bibirnya berhenti berucap dan tangannya mulai memindai tubuh Yadi terlebih dulu. Jarak telapak tangan Ihwan dengan tubuh Yadi, dijaga sekitar 2-3 cm, pokoknya jangan sampai menyentuh anggota tubuhnya. Ihwan memindai dari ujung kepala hingga ujung kaki, dari sisi depan (wajah) kemudian di sisi belakang kepala. Setelah selesai memindai Yadi, kini gantian Kusno. Namun sebelum memindai Kusno, tampak Ihwan mengambil nafas lagi dan mengucap doa serta mengulang gerakan yang sama.
Setelah itu, dia pindai Kusno dari ujung kepala hingga kaki, dengan metode yang sama pada Yadi. Usai pemindaian, Ihwan kembali melakukan kombinasi nafas dan gerakan serta doa, namun bukan untuk memindai lagi. Tapi untuk menyudahi proses. Salah satu panitia MPKMB pun menanyakan Ihwan, apa hasilnya. "Jadi dari yang saya dapat dari pemindaian Yadi, tidak ada masalah yang cukup terasa. Namun untuk Kusno, saya merasa ada sedikit masalah di bagian sekitar dada," ungkap Ihwan.
Panitia pun berseloroh, "Wah kamu perokok ya Kusno?", "Wah tukang begadang nih..", "Kurang olahraga tuh.." Dan komentar lainnya dari para panitia, yang diikuti dengan gelak tawa para peserta MPKMB lainnya.
Waktu pun berlalu selama 3 tahun. Andi, Kusno, dan Yadi, yang dulu calon mahasiswa, kini sudah berada di tingkat 3 alias smester 6. Sedangkan Ihwan sudah lulus dan keluar dari kampus, menuju dunia karir di luar sana. Andi dan Yadi di tahun itu menjadi panitia MPKMB Fakultas C, untuk calon mahasiswa baru 1999. Sedangkan Kusno sibuk dengan kuliahnya karena ingin mengejar kelulusan yang lebih cepat, sehingga dia vakum dari dunia kegiatan kampus seperti yang dilakukan Andi dan Yadi.
Singkat cerita lagi, di hari kedua MPKMB Fakultas C 1999, terjadi kehebohan. Salah satu peserta perempuan, Rani mendadak berteriak histeris, kemudian tergeletak terkapar sambil meronta seperti orang kejang. Dengan respon cepat, para panitia perempuan menolongnya. Tubuh Rani diangkat bersama-sama dan direbahkan ke kursi sofa panjang, yang ada di dalam gedung auditorium Fakultas C. Tampak Rani seperti orang yang kerasukan. Wajahnya menatap kosong dengan pandangan tajam ke arah langit.
Yadi dan Andi, serta para panitia lainnya, jadi ketakutan. Namun Yadi, selaku ketua seksi keamanan MPKMB, teringat dengan metode Satya Buana yang pernah dia alami dahulu. Yadi pun meminta Andi memanggil perwakilan Satya Buana untuk mengatasi keanehan pada Rani.
Tapi karena Ihwan sudah tak lagi di kampus, Andi pun mencari Fuad, salah satu murid Ihwan yang kini menjadi salah satu pengajar Satya Buana yang dipercaya kemampuannya. Sayangnya, jarak kost Fuad cukup jauh dari kampus.
Di situlah Kusno kemudian membantu para panitia yang kebingungan, dengan menyusul Fuad ke kost-nya. Sambil menunggu Kusno yang sedang menjemput Fuad, para panitia berusaha sedemikian rupa menenangkan Rani yang kadang tiba-tiba berteriak histeris, menangis, dan kadang meronta-ronta. "Ya Allah kenapa ini anak?" ungkap Yadi.
Dari arah belakang Yadi, seseorang mencoleknya dan berbisik, "Yadi, kalau diijinkan, saya mau mencoba menolong anak itu." Yadi pun menoleh dan tampak Roni, yang baru saja tiba di kampus. Roni adalah teman seangkatan Andi dan Yadi, tapi seperti halnya Kusno, dia tidak aktif dalam kegiatan kampus. Yadi pun meminta ijin Andi sebagai ketua seksi tata tertib di MPKMB itu. Setelah diijinkan Andi, barulah Roni memulai usahanya mengobati Rani.
Kolaborasi
Di lain tempat, Kusno tiba kost Fuad. Di situ, Kusno menceritakan duduk perkaranya. Namun Fuad dengan berat hati mengatakan bahwa untuk kasus yang dialami Rani, bukanlah yang bisa diatasi Satya Buana.
"Itu berkaitan dengan ilmu tertentu. Kalau Rani memang kerasukan, itu harus ditangani oleh mereka yang bisa mengatasinya. Tapi kalau histeris Rani itu karena masalah di otaknya, terkait misalnya gejala epilepsi, kami hanya bisa mendeteksi seberat apa masalah itu," ujar Fuad. Namun bagaimanapun Fuad pun akhirnya ikut dengan Kusno melihat kondisi Rani di kampus.
Kembali ke Roni, yang sedang berupaya menenangkan Rani. Di hadapan Andi, Yadi, dan lainnya, Roni melakukan hal yang kembali mengingatkan Andi pada 1992 lalu. Roni berdiri tegap di hadapan Rani, dengan melakukan kombinasi pernafasan dan gerakan tangan (seperti gerakan silat). Mulut Roni juga tampak berkomat kamit membacakan kalimat-kalimat doa dan shalawat nabi.
Sementara Rani, kondisi tetap seperti sejak dia histeris. Hanya beberapa menit di saat Roni sedang melakukan kombinasi gerakan, datang Fuad. Para panitia dan orang-orang yang tampak berkerumum melihat kejadian itu, kemudian memberi jalan untuk Fuad yang mendekati Roni. Saat berada di dekat Roni, pada jarak sekitar 50 cm, Fuad mengucap salam, "Assalamualaikum.." Roni pun menghentikan gerakannya dan membalas salam Fuad.
Keduanya pun saling berjabat tangan dan saling menyapa. Tapi kemudian keduanya kembali berfokus pada masalah Rani. Mereka saling berbisik. Alhasil, akhirnya keduanya sama-sama melakukan upayanya, dengan keilmuan masing-masing.
Diawali Fuad terlebih dulu. Andi memerhatikan apa yang dilakukan Fuad. Ternyata, sama dengan apa yang dilakukan Ihwan dahulu, terhadap Yadi dan Kusno. Kemudian dia memindai bagian kepala Rani, hingga ke arah kaki. Rani tetap bergeming dengan tatapan kosong ke arah langit. Setelah selesai memindai Fuad mendatangi Roni dan membisikkan sesuatu.
Kini gantian Roni yang melakukan upayanya ke Rani yang sedang terbujur tidak tenang. Andi melihat Roni melakukan hal yang sama dengan Fuad, pokoknya mirip dengan apa yang dilakukan pesilat Tetada Kalimasada. Namun setelahnya, Roni tidak melakukan pemindaian. Dia justru meletakkan tangannya persis di ubun-ubun Rani. Mulutnya pun mengucap kalimat berbahasa Arab dengan lantunan yang jelas, namun lewat suara yang pelan.
Dan itulah moment yang mengubah ketidakyakinan Andi terhadap ketenagadalaman selama ini. Andi terkejut saat melihat tangan Roni yang tiba-tiba tergenggam, persis di atas ubun-ubun Rani. Reaksi Rani yang langsung berteriak kesakitan. "Ternyata tenaga dalam itu nyata, bukan sandiwara," ucap Andi dalam hatinya.
Saat Rani berteriak seraya meronta, para panitia perempuan diminta Fuad untuk memegangi tubuh Rani, supaya tidak merusak benda di sekitarnya termasuk kursi sofa panjang itu. Selama tangan Roni tergenggam, Rani berteriak-teriak terus seperti orang kesakitan. Roni pun kemudian membacakan sesuatu ke genggamannya itu.
Setelah selesai membaca, tangan yang tergenggam itu dia dekatkan ke ubun-ubun Rani dan kemudian dia buka perlahan. Setelah genggaman tangannya terbuka dengan jari jemari yang siap untuk diletakkan di atas ubun-ubun, tampak Rani jadi terdiam.
Roni pun dengan perlahan menyentuhkan telapak tangannya ke kepala bagian atas Rani, dan tak lama kemudian, Rani tertidur pulas. Di situlah akhirnya aksi Roni berakhir. "Alhamdulillah, dia sudah tenang," ujar Roni singkat. Fuad pun langsung mendekat dan menjabat tangan Roni dengan senyum lebar yang puas. "Alhamdulillah. Terima kasih kawan," tukas Fuad. Kontan seluruh orang yang ada di auditorium bertepuk tangan dan berdecak kagum terhadap keduanya.
Sejak saat itu, Roni, yang tadinya tidak terlalu dikenal di kampus lantaran memang tidak terlalu banyak beraktifitas di kegiatan kampus dan selalu cepat menghilang setelah kuliah, kini menjadi populer dan sangat dikagumi. Meski tetap saja dia tidak aktif di kegiatan dan tidak betah berlama-lama di kampus usai kuliah. Fuad kembali ke Makassar, tempat asalnya dan berkarya di sana.
Yadi yang tak lain berasal dari Bogor, kini menjadi pengusaha dan cukup sukses. Sementara Andi yang setelah peristiwa itu masih belum 100% yakin percaya dengan ketenagadalaman, kini sudah yakin sepenuhnya. Hal tersebut lantaran pada tahun lalu Kusno berpulang menghadap Yang Maha Kuasa, akibat penyakit paru-paru yang dideritanya. Andi teringat, saat MPKMB 97, setelah Ihwan menengarai adanya masalah di paru-paru Kusno..
0 Comments